Judul Buku :
Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat
Penulis :
Mark Manson
Penerbit :
PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Tebal :
247 Halaman
ISBN :
978-602-452-698-6
Era milenial selain menawarkan banyak kemudahan dalam
berbagai bidang, rupanya turut membawa berbagi masalah baru pada kehidupan.
Dilansir dari berbagai penelitian, perkembangan tingkat depresi masyarakat di
zaman yang sudah maju ini justru semakin naik. Dari sini tentu muncul tanda
tanya besar mengenai bagaimana fenomena ini dapat terjadi dan bagaimana cara
kita bertahan hidup di tengah menanjaknya tingkat depresi manusia?
Kurang lebih jawaban dari pertanyaan tersebut adalah apa
yang ditawarkan dalam buku karangan Mark Manson ini. Seberapa ampuh buku ini?
Jabatan best seller di berbagai
negara dan penghargaan New York Times dan Globe and Mail sebagai buku terlaris
adalah pembuktiannya. Hanya dalam waktu setengah tahun, Sebuah Seni untuk
Bersikap Bodo Amat telah cetak ulang sebanyak lima kali.
Dari judul yang sekilas meragukan ini, Mark Manson
menghadirkan tulisan yang cukup bersahabat di beberapa halaman awal. Ia sangat
blak-blak an, jujur, dan terkadang menyindir para pembaca dengan bahasa maupun
cerita yang dihadirkan. Ibarat seolah-olah kita benar-benar tengah mendengarkan
Mark bercerita secara langsung.
Secara singkat, bodo amat dalam buku ini bermakna tidak
peduli akan kegagalan ataupun resiko yang akan muncul dalam tindakan yang kita
ambil selama kita yakin dengannya. Sebab masalah jelas akan selalu muncul dalam
segala kondisi dan situasi, tinggal kita yang harus yakin dan tak perlu takut
untuk menghadapinya dan bodo amat dengan pilihan lain yang kita yakin akan berdampak salah jika diambil. Penulis sangat
suka dengan bagaimana Mark Manson langsung mengutarakan bodo amat seperti apa
yang ia maksud di bab awal buku sehingga pembaca pun dapat langsung paham
sebelum melangkah lebih jauh kedalamnya.
Buku ini dalam beberapa bagian mengingatkan penulis dengan
“No Excuse” nya “Isa Alamsyah” yang menghadirkan cerita berbagai tokoh sebagai
sebuah motivasi ampuh untuk diambil hikmahnya. Pada bab pertama berjudul
“Jangan Berusaha”(ya memang begitulah judulnya) Mark Manson memulai dengan
cerita mengenai Charles Bukowski seorang penulis mantan pecandu alkohol.
Pembukaan dengan kisah mengenai Bukowski ditambah judul yang dapat membuat
pembaca mengernyitkan dahi ini mungkin tidak lazim dilakukan pada halaman awal
buku-buku lainnya(yang biasanya diawali hal formal semacam kata pengantar dan
tetek bengek lainnya), tapi ia justru menjadi sarana pengenalan yang baik.
"Masa bodoh bukan berarti menjadi acuh tak acuh; masa bodoh berarti nyaman saat menjadi berbeda."
Selain itu, pembaca juga akan diberikan kisah lainnya
seperti bagaimana dulunya Mark Manson, seorang pecandu wanita yang berjiwa
bebas mendapat suatu titik perenungan
mengenai nilai yang ia butuhkan. Atau bagaimana Hiroo Onoda, seorang prajurit
Jepang yang menghabiskan 30 tahun hidupnya memercayai bahwa perang dunia masih
berlangsung dan terus bergerilya di hutan Filipina. Serta masih banyak lagi,
buku ini akan memuat kisah banyak orang sehingga membuat pesan yang hendak
disampaikan memiliki kekuatan lebih untuk masuk kedalam hati pembaca.
"Meyakinkan diri sebagai mahluk yang spesial, merupakan sebuah strategi yang gagal. Ini hanya membuat anda 'tinggi'/nge-fly. Tapi itu bukan kebahagiaan."
Buku ini meski dari judulnya menawarkan topik bodo amat,
namun didalamnya akan ada banyak hal yang ditawarkan, selain dua kata tersebut.
Bagusnya juga, biarpun ada beragam hal yang dibahas didalamnya, tapi tiap
pembahasannya terkesan memiliki benang penghubung yang membuatnya saling
berkaitan. Dalam kasus buku-buku lain, seringkali hal yang dibahas di bagian
tengah dan akhir sudah melenceng jauh dari bab awal, beruntungnya hal serupa
tak ditemukan dalam buku ini.
Buku ini memang sungguh asyik untuk dibaca, namun sayang
sekali versi terjemahan bahasa Indonesianya memiliki bahasa yang masih agak kaku, meski
tidak semuanya. Memang terkesan akrab, namun akrab disini seperti kita tengah
membaca subtitle dialog Tony Stark(Iron
Man), pada beberapa bagian perlu dibaca ulang sehingga baru ngeh dengan maksud yang disampaikan.
Jadi jangan berekspektasi bahwa isi
bahasa yang ditawarkan akan segaul lo gue
nya buku Raditya Dika.
Aspek visual, meski tidak sekalipun digunakan, namun memang
dirasa tidak usah dipakai pun tidak apa-apa. Sebab seperti yang telah penulis
katakan tadi, Mark Manson bisa dengan akrab bercerita dengan gaya penulisan
yang ia hadirkan. Pembaca pun dapat membayangkan maksud dari tulisan Mark lewat
imajinasi di kepala.
"Masalah merupakan konstanta di kehidupan ini."
Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat merupakan sebuah karya
revolusioner dari Mark Manson. Ia merupakan suatu rekomendasi bacaan untuk
tidak sebatas para milenial, namun teruntuk pula semua kalangan. Bahkan
meskipun Mark Manson membahas masalah yang begitu erat kaitannya dengan era
milenial seperti bagaimana media sosial memberikan komparasi palsu mengenai
kehidupan orang lain, “badai identitas”,
dan “gunung pembanding” yang membuat hidup menjadi tak santai dan dihantui
kegagalan, namun buku ini sebenarnya masih relevan untuk berbagai masa.
Sehingga buku ini penulis beri nilai : AMAT DIREKOMENDASIKAN UNTUK DIBACA .
Pinjam bambank!
BalasHapus