Gundala(2019) : Pembuka Jagat Sinema Bumilangit yang Dapat Tampil dengan Apik



Bercerita tentang Sancaka(Abimana Aryasatya) seorang security yang hidup di tengah kacaunya kondisi masyarakat ibukota. Sancaka yang awalnya memegang prinsip untuk tidak ikut-ikutan masalah seseorang, suatu hari tergugah untuk bertindak demi keadilan. Ialah Wulan(Tara Basro), tetangga sebelah apartemennya yang membuat Sancaka ikut campur dengan kehidupan orang lain.
Hingga suatu ketika, ditengah pertarunganya dengan puluhan preman yang mengganggu Wulan tempo hari, tiba-tiba dirinya tersambar petir. Sambaran itu tak disangka justru membuat dirinya semakin kuat, lukanya dapat sembuh seketika, tenaganya menjadi berlipat ganda, bahkan Sancaka dapat mengeluarkan serangan listrik dari kedua tangannya. 

Di tempat lain, para anggota legislatif tengah dihadapkan permasalahan serius, ditambah seseorang dengan wajah cacat sebelah bernama Pengkor(Bront Palarae) mulai menunjukkan taringnya.

"Kalau kita nggak mau melawan keadilan di depan mata, itu artinya kita nggak punya kemanusiaan."

Film yang merupakan adaptasi komik berjudul sama ini merupakan karya terbaru dari sutradara lokal Joko Anwar. Setelah hype  yang begitu besar berhasil dibangun , Gundala akhirnya rilis pada tanggal 29 Agustus 2019. Sambutan masyarakat atas hadirnya film pertama Jagat Sinema Bumi Langit ini cukup baik, bahkan  film ini mampu meraih 174.013 penonton di hari pertama penayanganya. 

Gundala sendiri memang pantas untuk menyandang gelar sebagai film pembuka Jagat Sinema Bumi Langit. Ia berhasil memberikan porsi seimbang baik untuk pengenalan semesta di dalamnya maupun membuat  penasaran atas apa yang sebenarnya terjadi sehingga membuat penonton akan begitu menantikan film-film selanjutnya. Boleh dibilang, bahwa segala hal yang ditampilkan di trailer nya belum seberapa dengan kejutan yang akan ditampilkan di versi filmnya.

Kita perlu mengapresiasi aspek sinematografi dalam film ini. Pasalnya Ical Tanjung berhasil menghadirkan adegan-adegan memukau dengan tone gelap yang tidak murahan. Salah satu contoh ketika adegan yang menghadirkan Awang(Faris Fadjar) dan Sancaka kecil berhasil di tunjukkan dengan pencahayaan yang baik dan pengambilan sudut kamera yang tak kalah terpuji.

Dialog dalam film ini meski terdengar kaku untuk beberapa pemeran, namun berhasil dibawakan dengan sangat baik oleh para aktor-aktor lokal A-lister. Beberapa kali penulis harus dibuat berdecak kagum dengan penulisan dialog yang ada, ada beberapa interaksi pembicaraan yang begitu savage, terutama pada bagian Ghani Zulham(Ario Bayu). Tak lupa, Bront Palarae sebagai Pengkor berhasil melepas aksen melayunya dan sukses menampilkan dialog dalam bahasa Indonesia yang fasih dan mencekam tentunya. Dengan begini, dapat disimpulkan bahwa ritual menyepi Joko Anwar di keheningan museum cukup berhasil.

Dalam penyampaian amanat, Gundala bisa dibilang bisa dikatakan sangat sukses. Dengan latar belakang patriot yang membumi dan membawa harapan masyarakat, ia berhasil membawa pesan bahwa menjadi pahlawan bisa dilakukan siapapun. Salah satu scene yang cukup powerful dalam mengantarkan pesan ini adalah ketika rakyat yang akhirnya melawan balik para penjarah setelah sebelumnya hanya diam tak berkutik.

Jangan lupakan koreografi pertarungan di film ini. Rasanya tak usah diragukan lagi, Cecep Arif Rahman sebagai alumni The Raid mampu menghasilkan adegan pertarungan yang mantap. Dibandingkan trilogi Batman Nolan yang beberapa kali menghadirkan pukulan dengan impact tak masuk akal ala WWE, Gundala dengan absolut berada di posisi lebih atas.

Selain itu, bagi para fans MCU yang akrab dengan humor dalam tontonannya, tak perlu khawatir bila akan mengantuk selama menonton setelah berasumsi akan diberi nuansa gelap . Gundala tak disangka juga memberi humor dengan porsi cukup yang mampu membuat penonton tertawa terbahak-bahak. Penulis sendiri mengalami ketika seisi bioskop  tertawa membahana sepanjang film berjalan.

"Gunjing terooos."

Tapi sayang sekali film ini masih jauh dari kata sempurna. Terutama pada bagian pertengahan hingga akhir film yang cukup melelahkan. Dengan cerita antara Pengkor, Ridwan Bahari (Lukman Sardi), dan Sancaka yang mulai berjalan intens secara bersamaan, penonton harus dituntut untuk tidak lambat dalam mengambil kesimpulan. Penulis sendiri rasanya ingin bisa tembus dimensi keempat dan teriak kepada Joko Anwar secara langsung untuk melambatkan tempo filmnya.

Agak parah ketika pertarungan final boss tidak dieksekusi dengan baik ditambah musuh akhirnya yang kebanyakan. Penulis tidak merasa kasihan dengan Sancaka yang mulai babak belur disana-sini, justru lebih kasihan kepada gerombolan penyerang yang tidak mendapat banyak screentime, padahal seluruhnya tampil dengan keren.

CGI dalam film ini, seperti yang telah Abimana katakan dalam sebuah wawancara akan tidak apple to apple bila membandingkan dengan DC atau Marvel, apalagi dengan adegan mirror dimension di Dr. Strange atau final fight di Batman v Superman. Tentu penulis pun sudah berekspektasi rendah, namun dengam ekspekatasi rendah pun banyak CGI yang dirasa masih kurang oke. Joko Anwar kelihatannya tidak benar-benar menerapkan visual efek secara praktikal  di film ini hingga beberapa kali menggunakan CGI di adegan yang sebenarnya masih bisa dilakukan tanpa menggunakan visual efek komputer. 

 "Harapan bagi rakyat adalah candu dan candu itu bahaya."

Meski begitu, agak sedikit termaafkan dengan beberapa adegan yang mampu menampilkan CGI oke. Memang mana saja yang oke? Kalau anda benar-benar tidak notice tandanya CGI nya sudah bisa mengelabui(hehe). Pokonya ada kok dan tidak hanya satu.

Selain itu, sebenarnya ada beberapa adegan yang dirasa tidak perlu ada dan lebih baik dibuang saja. Diganti saja dengan penokohan yang lebih mendalam kepada beberapa karakter agar penonton bisa lebih simpati dan supaya Gundala sebagai film dapat lebih dinikmati. Adegan yang kurang penting tersebut justru membingungkan penonton sebab kemunculannya seringkali tiba-tiba dan tanpa motif yang jelas.

Secara keseluruhan film ini sebetulnya akan luar biasa bila dipoles lebih baik, hanya saja dengan alur yang  serba terburu-buru dan beberapa adegan kurang penting membuat penulis menghilangkan prinsip "in Jokan we trust" yang sebelumnya begitu dipegang teguh, memang kalimat jangan berharap terlalu tinggi kepada manusia itu benar adanya. Meski begitu, jangan kesampingkan beberapa hal keren dalam film ini yang telah kami sebutkan sebelumnya. Plus Gundala sebagai sebuah film pembuka Jagat Sinema Bumilangit dapat tampil dengan sukses. Penonton dijamin akan penasaran dengan kelanjutannya dan menanti-nanti film berikutnya. Baik untuk kalangan kawula muda maupun para veteran komiknya, Gundala amatlah direkomendasikan untuk ditonton. 

Nilai akhir bagi film ini adalah :
Disamping  kelemahannya, film ini masih menawarkan banyak keunggulan yang tidak dapat dilupakan begitu saja.  Unforgotable and enjoyable! 


Komentar

  1. Dirga Utama : *exist*

    Pengkor : I'm gonna end this mans whole career

    BalasHapus

Posting Komentar